REMAJA DAN KONTENPLATIFNYA TERHADAP PERJUANGAN
SALAM PERJUANGAN
Telah suda disaksikan pelepasan Belenggu
Penjajahan dan keterpurukan dari tangan para Aktivis Bangsa yang mengantarkan Kemerdekaan
yang telah berjalan hingga sekarang ini.
Sebuah Bangsa yang kaya akan Sumberdaya Alam dan budayanya,
telah mampu menyilaukan mata dunia hingga menstimulasi jiwa Penduduk Asing untuk
meneliti bahkan mempelajarinya.
Itulah kekayaan yang menghaturkan kebanggaan
sederhana dan selalunya dibesar besarkan untuk menutup- nutupi keterperosokan Negeri
ini. Kemerdekaan adalah kalimat sakral yang sangat agung jika dilontarkan oleh
para pemuda yang notabenenya sebagai Agen Pembaharu atau biasa disebut Kaum
Revolusioner itu.
Dari sanalah kita kemudian menemukan kebebasan yang
semu ini, meski sesungguhnya Jiwa Perjuanagan mereka tak dapat disangsikan
yakni meraih kebebasan yang Hakiki tentunya, untuk generasi sekarang ini bahkan
yang akan datang. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang melangkah
dengan dasar aturan Perundang-undangan berdiri sebagai Negara Hukum yang
bernafaskan Pancasila telah mengikrarkan sebuah perdamaian dan kesatuan dalam Kultur
serta Agama yang berbeda-beda. Inilah keindahan yang memukau di mata Dunia,
sebuah panorama Etnis yang beragam dan menghadirkan Khadzanah baru serta mampu
menafsirkan sebuah keunikan suatu bangsa.
Sebuah Semboyan yang harusnya selalu menjadi Falsafah
para penerus Kemerdekaan ini, kalimat padat makna dan khas akan Filosofi yang
tertuang dari seorang Tokoh Proklamator tak lain adalah Bung Karno selaku Presiden
pertama Republik Indonesia yang berbunyi “Kutitipkan
Bangsa Ini Kepadamu” sungguh satu kalimat yang tidak mempunyai batas kajian
dan tolak ukur yang menjadi satuan makna untuknya,
Menitipkan sebuah Bangsa kepada siapapun yang
mendengar kalimah ini,
Akankah kebebasan ini terus menerus berlaku objektif
pada segenap Rakyat Indonesia.....?
Kalimat tersebut dapat diartikan secara parsial bahwa
Negeri ini belum seutuhnya mencapai esensi Kemerdekaanya, sebagaimana
pernyataan Bung Hatta yang juga tergolong salah satu Bapak Proklamator itu
menyatakan bahwa “Indonesia Hanya Mampu
Merdeka Secara Fisik, Namun Tidak Dapat Mencapai Jiwa Kemerdekaanya”.
Telah menjadi realita, timbunan kemelaratan yang
memadati pinggiran jalan dan tragisnya bahkan Bangsa ini sendiri tak mampu
meredam pertumbuhan populasi anak jalanan itu.
Beberapa stetment yang dilontarkan sebagai sarana
penanggulangan Bencana Kemanusiaan ini, baik itu berupa program maupu sebuah
kerangka berfikir yang disusun secara lmiah dan terukir rapi pada beberapa karya
Buku-buku Ekonomi.Rumusan dan penjabaran angka - angka yang sangat detail itu
ternyata hanya sebuah spekulasi yang cukup membuat para kalangan Borjuis itu
tersenyum rapi, dengan angkuh mereka telah bersorak akan sebuah kesuksesan berangan,
bahwa teori Penetasan Kemiskinan itu mampu diluncurkan dengan selamat tanpa peduli
dimana letak sasaran, yang diincar hanyalah Anggaran Negara dapat terkucurkan
guna memenuhi kantong – kantong Keserakahan itu. lagi-lagi semua itu hanya
menjadi alibi untuk meredam sebuah Pergerakan para Kaum Revolusioner,
bahwasanya lambat-laun semua akan kembali pada apa yang telah disusun Pemerintah.
Jika kami bersorak akan tuduhan pengkebirian, etika
dan sekte pemikiran serta syarat akan tuduhan pembangkangan yang bergulir dari
bibir indah mereka dengan tiada hentinya yang ditujukan pada Kami, maka gerakan
itu pun disalahkan dan lahir sebuah jawaban bahwa bukan Pemerintah yang patut
disalahkan, namun masyarakat itu sendirilah yang tidak mampu mengkonsumsi
Program tersebut sebagai suplement Penuntasan Kemiskinan.
Comments
Post a Comment